
Kader muda NU dan tambang
Oleh : M hazmi al faqih
Gus ulil salah satu tokoh inteletualitas yg saya kagumi, mengatakan bahwa ( tambang ) sbg affirmative action NU. Kata beliau NU jgn hanya jadi penonton dalam pengelolaan Sumber daya.
Ya, ini logika modernis dan pragmatis mungkin relevan bagi mereka, namun sebagai anggota Lakpesdam PC NU batang, atau yg pernah belajar di tapak konflik tambang ( Wadas, Galian C ) dan melihat scara langsung perjuangan warga setempat menyelamatkan lingkunganya, saya bertanya : Apakah dengan menerima tambang kita berdiri dipihak umat? Atau justru tergelincir di ruang nyaman bernama kekuasaan ?
Saya mengulas tweet guru saya Gus roy murtadho ex kordinator FNKSDA nasional ( PP MISYKAT AL ANWAR ) beliau mengingatkan kita bahaya kooptasi kekuasaan. Mengutip fatwa PBNU dalam muktamar NU ke - 33 di jombang bahwa " Exploitasi sumber daya yg merusak lingkungan hukumnya haram" Pikirku semua ummat wahabi lingkungan sepakat bahwa NU punya garis etika yg tidak bisa dihapus oleh pragmatisme semata.
Saya tidak menolak NU butuh sumber daya. Tapi, dari mana dan untuk apa ? Jika sumbernya tambang nikel, tambang batu bara yg jelas merusak lingkungan dan menghancurkan kehidupan. Kita perlu menahan diri. Apakah kita sedang diberi peran atau sedang dijadikan perisai ?
NU bukan perusahaan, NU adalah jamaah gerakan sosial-keagamaan. Di ansor, fatayat, muslimat, IPNU-IPPNU, PMII bahkan di pesantren selama ini mengajarkan rahamatan Lil alamin bukan rahmatan lil tambang.
Sebagai kader muda NU, saya tidak sedang ingin melawan senior. Tapi saya juga tidak ingin kehilangan NU. Sebab, jika kita tak mampu menjaga jarak dari kekuasaan, maka kita sedang menempuh jalan pelan-pelan menuju kehilangan ruh kita sendiri: sebagai pembela yang lemah, penjaga moral umat, dan penyeru amar ma’ruf nahi munkar.